Bagi masyarakat Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah media sosial. Perkembangannya yang sangat pesat ini sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Pada tahun 2020, pengguna media sosial yang aktif di Indonesia sendiri mencapai 160 juta. Meskipun demikian, semakin cepat sebuah informasi berjalan, baik hoaks maupun fakta, semakin dalam juga dilema yang dialami oleh masyarakat Indonesia.

Berdasarkan persoalan ini, Podcast Untarian Talks (UNTALKS) mengundang Sinta Paramita, S.I.P., M.A., Ketua Program Studi Fikom Untar dan Edsa Estella, Mahasiswa Fikom Untar yang juga adalah Content Creator untuk berbicara dan berbagi pandangan mereka terkait media sosial. UNTALKS ini dipandu oleh Septia Winduwati, S.Sos., M.Si., dan Sarah Santosa.

“Berbicara soal media sosial, menurut saya, toxic. Kesimpulannya, saya tidak mencari, tetapi muncul. Ketika mood saya lagi tidak bagus, seorang influencer yang sebenarnya positif, bisa aja aku lihatnya jadi negatif. Ya, jadinya jangan berpusat ke media sosial aja, lebih ke kehidupan nyata,” ungkap Sarah.

Menjawab hal ini, Sinta berkata, “Ya betul banget. Media sosial membawa sisi negatif dan positif. Salah satu cara menangani sisi negatif ini adalah dengan detoks media sosial. Lebih fokus dulu kepada hal yang kita kerjakan atau prestasi lainnya yang ingin dicapai.”

“Tetapi lucunya, aku sebagai Content Creator, malahan tidak melihat konten orang. Jadi, kalau diomongin sosmed itu toxic, lebih ke komen yang aku dapatkan. Pernah sih dulu mikir untuk berhenti sebentar, tapi abis itu malah ya udah lah. Aku kayak udah bisa memfilter, tidak semua hal harus kupikirin,” menurut Edsa

Selain itu, Sinta Paramita sangat menekankan pentingnya responsibility atas pembuatan konten. “Sembari netizen lebih bijak saat mnggunakan media sosial, orang-orang yang di level atas, atau pemangku kepentingan juga berperan penting. Untuk meningkatkan kualitas, harus dijalankan bersama,” tutupnya. (CA)