Dok: Humas Untar – VA
Tanggal 5 Juli merupakan Hari Bank Indonesia ke-72. Tanggal ini diperingati sebagai Hari Bank Indonesia, tentu bukan hanya sekadar untuk mengingatkan kepada kita kapan berdirinya Bank Indonesia, tetapi lebih dimaksudkan untuk menghargai sejarah panjang Bank Indonesia dalam melakukan kebijakan moneter, keuangan, dan perbankan di Indonesia. Penghargaan tersebut perlu diberikan agar Bank Indonesia terus menjaga stabilitas ekonomi, sistem keuangan dan moneter, mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pasti terlalu banyak yang harus disebutkan satu per satu di sini terkait kebijakan dan tindakan Bank Indonesia selama 72 tahun dalam menjaga stabilitas ekonomi, sistem keuangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari sekian banyak kontribusi tersebut, dalam perjalanannya, Bank Indonesia telah mampu antara lain menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, mengembangkan sistem pembayaran, serta mendorong inklusi keuangan. Bank Indonesia juga telah mampu menerbitkan alat pembayaran yang sah, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengendalikan kelancaran sistem pembayaran, dan pengawasan perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai “Lender of the Last Resort” dengan segala dinamika permasalahannya.
Keberhasilan Bank Indonesia di atas juga didukung oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang.
Namun harus diakui dalam perjalanan Bank Indonesia selama 72 tahun tersebut, bukan suatu perjalanan yang bebas hambatan. Berbagai krisis dalam negeri maupun luar negeri telah dilalui, sebut saja antara lain krisis moneter 1997–1998 dan krisis keuangan global 2008. Pada krisis moneter 1997–1998 Indonesia mengalami periode sulit dalam sejarah ekonomi Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai tukar rupiah secara drastis terhadap dolar AS, utang luar negeri yang tinggi, tata kelola keuangan yang buruk, dan solusi program Dana Moneter Internasional (IMF) yang tidak efektif dan merugikan telah memicu berbagai dampak negatif pada sektor ekonomi, sosial, dan politik.
Belum lagi krisis keuangan global tahun 2008, yang sering disebut sebagai krisis subprime mortgage. Krisis ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor utama, termasuk gelembung perumahan di Amerika Serikat, praktik pemberian pinjaman subprime yang berisiko, dan kurangnya regulasi yang ketat terhadap pasar keuangan. Krisis ini kemudian menyebar luas ke seluruh dunia karena adanya produk keuangan yang kompleks dan diperdagangkan secara global yang berbasis pada pinjaman perumahan subprime. Tentu banyak lagi masalah yang dihadapi Bank Indonesia dalam perjalanannya selama 72 tahun. Syukurlah dalam perjalanan selama ini Bank Indonesia relatif mampu melewatinya.
Tantangan Bank Indonesia kini dan ke depan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi tidak lagi terpisah antara tantangan dalam negeri, internasional, regional, dan global. Tantangan utama dimaksud antara lain meliputi ketidakpastian ekonomi global, risiko operasional akibat digitalisasi, dan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu, Bank Indonesia juga perlu mengatasi tantangan terkait ketahanan pangan, energi, dan air, serta mengelola risiko terkait kebijakan ekonomi negara lain. Bahkan belakangan ini Bank Indonesia menghadapi tambahan tantangan baru yakni perubahan iklim, digitalisasi keuangan, ketegangan geopolitik antara Rusia–Ukraina yang belum selesai, krisis geopolitik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina, Iran dan Israel mendorong harga energi dan pangan meningkat. Suka tidak suka semua tantangan ini dapat berpengaruh langsung dan atau tidak langsung terhadap permasalahan terkait inflasi, suku bunga tinggi, tingginya volatilitas arus modal, pembayaran utang luar negeri dan seterusnya sehingga mengganggu sustainabilitas Bank Indonesia dalam menapak ke depan menjaga stabilitas makroekonomi, moneter, keuangan dan upaya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan sebesar 8 persen.
Oleh karena itu upaya ke depan Bank Indonesia menjaga stabilitas makroekonomi, memperkuat ketahanan sistem keuangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan perlu melakukan catatan kaki berikut. Pertama, Bank Indonesia perlu terus menjaga stabilitas makroekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan manajemen inflasi: dengan memantau tekanan inflasi secara ketat dan menyesuaikan kebijakan moneternya untuk menjaga inflasi secara proporsional. Dalam kebijakan ini Bank Indonesia juga harus terus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengelola volatilitas rupiah yang berlebihan dan menjaga stabilitasnya maupun melakukan koordinasi dengan kebijakan fiskal dan nonfiskal dalam manajemen makroekonomi nasional.
Kedua, Bank Indonesia perlu memperkuat ketahanan sistem keuangan: misalnya melalui optimalisasi manajemen risiko. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong bank umum komersial dan lembaga keuangan lainnya untuk mengadopsi pendekatan yang lebih selektif terhadap pinjaman, memprioritaskan industri dengan kinerja dan potensi pertumbuhan yang kuat, sambil juga mengelola risiko likuiditas. Bank Indonesia juga perlu melakukan inovasi dan digitalisasi keuangan dengan mempromosikan pengembangan produk dan layanan keuangan yang inovatif, termasuk sistem pembayaran digital, untuk meningkatkan inklusi dan efisiensi keuangan, serta keamanan siber dengan bekerja sama dengan lembaga keuangan untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan siber guna melindungi dari ancaman siber dan memastikan stabilitas ekosistem keuangan digital.
Ketiga, Bank Indonesia harus terus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan antara lain dengan mendorong bank untuk meningkatkan pinjaman ke sektor berkelanjutan, seperti sektor Usaha Mikro Kecil Menengah dan koperasi (UMKMK), energi terbarukan, dan infrastruktur hijau, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang maupun dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menarik investasi asing langsung dan bentuk arus masuk modal lainnya untuk mendukung geliat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Keempat, Bank Indonesia perlu melakukan pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan kejuruan, untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja sektor keuangan dan perbankan nasional.
Dokumentasi Prof. Carunia saat sedang memaparkan materi di kelas // Dok: Humas Untar
Akhirnya, transformasi kelembagaan perlu terus dilakukan dengan penguatan organisasi baik mencakup struktur organisasi, proses bisnis, dan sumber daya manusia untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya. Digitalisasi juga harus mendapat perhatian untuk meningkatkan operasi internalnya dan meningkatkan kemampuannya untuk menanggapi lanskap keuangan yang berkembang pesat dan dinamis. Diakui masih banyak catatan kaki lain yang perlu menjadi perhatian Bank Indonesia dalam merumuskan langkah inovatif dan inklusif berkesinambungan ke depan dalam menggapai dan merealisasikan visi dan misinya. Kebijakan Bank Indonesia yang mumpuni tentu perlu dilanjutkan, sebaliknya kebijakan yang tidak memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional inklusif, berdaya saing dan berkelanjutan harus ditinggalkan. Pentingnya hal ini diperhatikan karena sering kali today’s problems cannot be solved by yesterday’s solutions.
Bravo, Bank Indonesia.
Penulis: Prof. Ir. Carunia Mulya Firdausy, M.ADE., Ph.D.