Dok: Humas Untar – KJ
Mekanisme yang jelas untuk lalu lintas dunia bisnis merupakan elemen penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Hal ini menjadikan peran kurator krusial dalam menyeimbangkan kepentingan berbagai pemangku kepentingan dalam proses kepailitan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Firoz Gaffar saat mempertahankan disertasinya yang berjudul “Standard of Care Kurator sebagai Eliksir dalam Perkara Kepailitan di Indonesia” dalam Ujian Terbuka Program Studi Doktor Ilmu Hukum (Prodi DIH) Fakultas Hukum (FH) Untar, Kamis (11/7) di Auditorium Kampus I Untar.
Melalui disertasinya, Firoz menyoroti berbagai hambatan teknis dan yuridis yang dihadapi oleh kurator di Indonesia. Salah satu hambatan utama adalah upaya debitur yang sering menghalangi kurator dalam melaksanakan tugasnya, seperti pengamanan harta pailit dan akses terhadap rekening. Kriminalisasi terhadap kurator juga menjadi permasalahan serius. Kurator dapat dilaporkan ke kepolisian saat menjalankan tugasnya.
Firoz mengidentifikasi bahwa ketidakjelasan Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan Tahun 2004 sebagai sumber masalah. Ketentuan yang mengatur tentang tanggung jawab pribadi (personal liability) kurator dinilai tidak jelas, tidak lengkap, dan tidak terinci, sehingga tidak memberikan proteksi memadai bagi kurator.
Dalam penelitiannya terhadap Putusan Pengadilan Tahun 2004-2022, Firoz menemukan bahwa jumlah gugatan terhadap kurator sangat minim. Hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan hukum yang membuat banyak pihak menganggap kurator telah berada di jalur yang benar, sehingga tidak perlu digugat.
Firoz juga membandingkan situasi di Indonesia dengan Amerika Serikat yang mengatur tanggung jawab kurator dengan lebih jelas. Di Amerika, tanggung jawab kurator dituangkan dalam konsep “Standard of Care” yang mencakup jenis pelanggaran yang jelas dan faktor pengecualian yang terperinci. Sistem ini lahir dari banyaknya putusan pengadilan yang kemudian diklasifikasikan untuk dijadikan preseden.
Disertasi Firoz mengusulkan adopsi konsep standard of care untuk kurator di Indonesia. Menurutnya, konsep ini dapat menjadi alat yang efektif dalam memajukan proses kepailitan di Indonesia.
Promotor Utama Prof. Dr. Amad Sudiro, S.H., M.H., M.M., M.Kn. menyampaikan bahwa pencapaian gelar DIH melengkapi karir Firoz sebagai akademisi dan praktisi hukum. “Teruslah berkarya sebagai akademisi dan terus melakukan riset serta publikasi ilmiah lanjutan,” tambahnya.
Firoz Gaffar merupakan seorang dosen di Program Magister FH Universitas Trisakti. Selain aktif sebagai akademisi, Firoz juga merupakan seorang advokat dan tergabung dalam berbagai organisasi. Pendidikan doktor telah ditempuh Firoz di FH Universitas Indonesia dan dilanjutkan di FH Untar.
Di hadapan dewan penguji, Firoz berhasil mempertahankan disertasinya dan dinyatakan layak menyandang gelar doktor serta menjadi lulusan ke-35 Prodi DIH FH Untar. (KJ/YS/KJ)